Minggu, 26 November 2017

ETIKA PROFESI - HAKI



Contoh Kasus HAKI dan Dampaknya
Oleh: Syafira N. P. (4ID01/3A414563)

Hak kekayaan intelektual adalah sebuah wilayah hukum yang menangani hak-hak yang berhubungan dengan hasil usaha kreatif manusia atau reputasi komersial dan goodwill. Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta intelek (di Malaysia) ini merupakan padanan dari bahasa Inggris Intellectual Property Right. Kata “intelektual” tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the Creations of the Human Mind) (WIPO, 1988:3).
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak eksklusif Yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Secara sederhana HAKI mencakup Hak Cipta, Hak Paten Dan Hak Merk. Namun jika dilihat lebih rinci HAKI merupakan bagian dari benda (Saidin : 1995), yaitu benda tidak berwujud (benda imateriil).
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) termasuk dalam bagian hak atas benda tak berwujud (seperti Paten, merek, Dan hak cipta). Hak Atas Kekayaan Intelektual sifatnya berwujud, berupa informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, keterampilan dan sebaginya Yang tidak mempunyai bentuk tertentu.


Kasus Mengenai Hak Cipta (Bidang Fotografi)

Fotografi sudah menjadi bagian hidup masyarakat dan merupakan salah satu bidang yang banyak digeluti baik untuk kepentingan pribadi seperti hobi maupun kepentingan komersil, seperti iklan atau promosi. Dalam fotografi, seorang fotografer tidak bisa sembarangan mengenai objek fotonya baik itu suatu benda atau seseorang.
Fotografi termasuk ciptaan yang dilindungi dan foto-foto yang dihasilkan dilekati dengan apa yang disebut Copyright dan Related Rights.  Copyright merupakan suatu hak yang dimiliki oleh pencipta, yang dalam hal ini adalah fotografer, atas karya originalnya baik yang dipublikasikan atau tidak. Sedangkan Related Rights adalah hak yang juga dipegang oleh institusi berupa lisensi.
Dalam dunia industri, fotografi juga memiliki peranan yang penting dalam rangka mengenalkan produknya ke pasaran. Biasanya produsen akan menggunakan foto dari produknya yang kadang juga disertai dengan foto model yang dapat menambah daya tarik iklan tersebut. Bila suatu perusahaan menggunakan seseorang sebagai model maka perusahaan tersebut harus terlebih dahulu meminta izin kepada orang tersebut sebelum menggunakan fotonya. Namun pada praktiknya, masih ada saja perusahaan yang menggunakan foto tanpa izin dari orang yang menjadi objek atau fotografernya, seperti yang terdapat dalam artikel berikut ini:

JAKARTA – Chef ternama Farah Quinn, 35,  berang karena kasus pencatutan fotonya. Dalam jumpa pers di Kemang kemarin, Farah mengungkapkan dugaan pelanggaran hak cipta oleh situs belanja online Qoo10. Menurutnya, situs tersebut memajang sejumlah fotonya untuk kepentingan penjualan alat-alat dapur, tapi tanpa seizinnya.
 ”Ini penting karena bisa merusak reputasi saya. Saya enggak mau foto saya dipakai sembarangan untuk pasarkan produk tanpa izin,” tegas Farah.
Chef cantik itu pun menggandeng pengacara untuk mengatasi masalah itu. Sebab, pelanggaran hak cipta tersebut dilakukan sejak September 2015. Farah mengaku sudah melayangkan somasi tiga kali kepada situs tersebut. Tapi, tidak ada tanggapan. Salah satu contoh pelanggaran situs itu, foto Farah dicatut untuk produk pisau. ”Foto itu diambil dari sampul buku Farah,” kata Masyhudi S. Prawira, pengacara Farah. Beberapa foto, papar dia, sudah dicabut. Tapi, ternyata situs tersebut menggunakan foto lainnya lagi. Karena itu, Farah melapor ke Mabes Polri pada Rabu (16/3).
Farah tidak ingin masalah tersebut dianggap sepele. Apalagi, dalam waktu dekat dia juga mengeluarkan produk perlengkapan dapur sendiri. ”Tahun ini saya sedang fokus untuk merilis produk sendiri. Saya enggak tahu kualitas produk itu seperti apa, dikira saya yang punya,” tandas Farah. (dod/c11/jan/flo/jpnn)


  Menurut Pasal 12 ayat (1) huruf j UUHC, fotografi termasuk ciptaan yang dilindungi. Selanjutnya, pengaturan hak cipta untuk potret/fotografi diatur dalam Pasal 19 s.d. Pasal 23 UUHC. Selain itu, terhadap fotografi terdapat pembatasan atas penggunaan hak cipta sebagaimana diatur dalam Pasal 19 UUHC yang berbunyi:
1)     Untuk memperbanyak atau mengumumkan Ciptaannya, Pemegang Hak Cipta atas Potret seseorang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret, atau izin ahli warisnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah orang yang dipotret meninggal dunia.
2)     Jika suatu Potret memuat gambar 2 (dua) orang atau lebih, untuk Perbanyakan atau Pengumuman setiap orang yang dipotret, apabila Pengumuman atau Perbanyakan itu memuat juga orang lain dalam Potret itu, Pemegang Hak Cipta harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari setiap orang dalam Potret itu, atau izin ahli waris masing-masing dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah yang dipotret meninggal dunia.
3)     Ketentuan dalam Pasal ini hanya berlaku terhadap Potret yang dibuat:
a.     atas permintaan sendiri dari orang yang dipotret;
b.     atas permintaan yang dilakukan atas nama orang yang dipotret; atau
c.     untuk kepentingan orang yang dipotret.

Dalam Pasal 12 UU Hak Cipta, yang melarang penggunaan foto secara komersial, penggandaan, pengumuman, pendistribusian, dan/atau komunikasi atas potret yang dibuat guna kepentingan reklame atau periklanan secara komersil tanpa pesetujuan tertulis dari orang yang dipotret atau ahli warisnya. Sehingga dalam kasus diatas, situs belanja online tersebut dapat dikatakan melanggar hak cipta karena sudah menggunakan foto tanpa seizin dari orang yang ada dalam foto tersebut, yaitu Farah Quinn. Terlebih lagi, hal itu dilakukan lebih dari satu kali dan pihak yang menggunakan fotonya bukanlah pemegang hak cipta dari foto yang bersangkutan. Hal ini tentu membuat Farah Quinn merasa dirugikan.
Permasalahan seperti di atas tersebut diakibatkan karena masih kurangnya pemahaman mengenai hukum mengenai hak cipta dan juga kurangnya kesadaran masyarakat terhadap hak-hak yang dilindungi oleh hak cipta, terutama di bidang fotografi.
Sebaiknya, masyarakat diberi pemahaman lebih mengenai peraturan hak cipta—dan bukan hanya dalam bidang fotografi—karena suatu karya cipta adalah hasil dari usaha, kreativitas, dan pemikiran yang harus dihargai dan agar di masa yang akan datang tidak ada lagi pihak yang dirugikan.

Adapun beberapa dampak dari pelanggaran hak cipta adalah:
·       Menimbulkan sikap saling acuh antara pencipta dengan pembajak. Pada kasus diatas, pengguna foto Farah Quinn sudah bersikap acuh dan tidak bertanggung jawab dengan menggunakan foto Farah Quinn pada salah satu merk perlengkapan dapur.
·       Merugikan baik secara materil dan imateril kepada pencipta. Pada kasus diatas, penggunaan foto Farah Quinn membuat Farah Quinn merasa dirugikan karena akan mencemarkan nama baiknya.
·       Menimbulkan terjadinya penurunan minat dari masyarakat ke pada produk asli dan lebih memilih produk bajakan yg harganya jauh lebih murah dari produk aslinya. Pada kasus diatas, Farah Quinn mengatakan bahwa dirinya akan mengeluarkan produk perlengkapan dapur sendiri. Apabila fotonya telah digunakan pada penjualan perlengkapan dapur di situs belanja online, dikhawatirkan masyarakat akan mengira bahwa perlengkapan dapur tersebut adalah merk yang dikeluarkan oleh Farah Quinn dan justru menurunkan minat masyarakat terhadap produk perlengkapan dapur yang memang benar-benar dikeluarkan oleh Farah Quinn.
·       Sehingga dengan terjadinya kejadian di atas, membuat terbentuknya beberapa bentuk-bentuk cybercrime, salah satunya adalah offense against intellectual property, yang merupakan kejahatan yang dilakukan dengan cara menggunakan hak kekayaan intelektual yang dimiliki pihak lain di internet. Pada kasus di atas, kemungkinan dapat timbul masalah lain dimana foto Farah Quinn yang tidak seharusnya dipasang pada situs belanja online yang bersangkutan bisa saja digunakan oleh pihak lain yang tidak bertanggung jawab.

Sumber: