KASUS PELANGGARAN HAK CIPTA (Bidang Fotografi)
Fotografi sudah menjadi bagian hidup
masyarakat dan merupakan salah satu bidang yang banyak digeluti baik untuk kepentingan
pribadi seperti hobi maupun kepentingan komersil, seperti iklan atau promosi.
Dalam fotografi, seorang fotografer tidak bisa sembarangan mengenai objek
fotonya baik itu suatu benda atau seseorang. 
Fotografi termasuk ciptaan yang
dilindungi dan foto-foto yang dihasilkan dilekati dengan apa yang disebut
Copyright dan Related Rights.  Copyright
merupakan suatu hak yang dimiliki oleh pencipta, yang dalam hal ini adalah
fotografer, atas karya originalnya baik yang dipublikasikan atau tidak.
Sedangkan Related Rights adalah hak yang juga dipegang oleh institusi berupa
lisensi. 
Dalam dunia industri, fotografi juga
memiliki peranan yang penting dalam rangka mengenalkan produknya ke pasaran.
Biasanya produsen akan menggunakan foto dari produknya yang kadang juga
disertai dengan foto model yang dapat menambah daya tarik iklan tersebut. Bila
suatu perusahaan menggunakan seseorang sebagai model maka perusahaan tersebut
harus terlebih dahulu meminta izin kepada orang tersebut sebelum menggunakan
fotonya. Namun pada praktiknya, masih ada saja perusahaan yang menggunakan foto
tanpa izin dari orang yang menjadi objek atau fotografernya, seperti yang
terdapat dalam artikel berikut ini:
JAKARTA
– Chef ternama Farah Quinn, 35,  berang karena kasus pencatutan fotonya.
Dalam jumpa pers di Kemang kemarin, Farah mengungkapkan dugaan pelanggaran hak
cipta oleh situs belanja online Qoo10. Menurutnya, situs tersebut memajang
sejumlah fotonya untuk kepentingan penjualan alat-alat dapur, tapi tanpa
seizinnya.
 ”Ini
penting karena bisa merusak reputasi saya. Saya enggak mau foto saya dipakai
sembarangan untuk pasarkan produk tanpa
izin,” tegas Farah.
Chef
cantik itu pun menggandeng pengacara untuk mengatasi masalah itu. Sebab,
pelanggaran hak cipta tersebut dilakukan sejak September 2015. Farah mengaku
sudah melayangkan somasi tiga kali kepada situs tersebut. Tapi, tidak ada
tanggapan. Salah satu contoh pelanggaran situs itu, foto Farah dicatut untuk
produk pisau. ”Foto itu diambil dari sampul buku Farah,” kata Masyhudi S. Prawira,
pengacara Farah. Beberapa foto, papar dia, sudah dicabut. Tapi, ternyata situs
tersebut menggunakan foto lainnya lagi. Karena itu, Farah melapor ke Mabes
Polri pada Rabu (16/3).
Farah
tidak ingin masalah tersebut dianggap sepele. Apalagi, dalam waktu dekat dia
juga mengeluarkan produk perlengkapan dapur sendiri. ”Tahun ini saya sedang
fokus untuk merilis produk sendiri. Saya enggak tahu kualitas produk itu
seperti apa, dikira saya yang punya,” tandas Farah. (dod/c11/jan/flo/jpnn)
  Menurut
Pasal 12 ayat (1) huruf j UUHC, fotografi termasuk ciptaan yang
dilindungi. Selanjutnya, pengaturan hak cipta untuk potret/fotografi diatur
dalam Pasal 19 s.d. Pasal 23 UUHC. Selain itu, terhadap fotografi
terdapat pembatasan atas penggunaan hak cipta sebagaimana diatur dalam Pasal
19 UUHC yang berbunyi:
(1)   
Untuk
memperbanyak atau mengumumkan Ciptaannya, Pemegang Hak Cipta atas Potret
seseorang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret, atau izin ahli
warisnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah orang yang dipotret
meninggal dunia.
(2)   
Jika
suatu Potret memuat gambar 2 (dua) orang atau lebih, untuk Perbanyakan atau
Pengumuman setiap orang yang dipotret, apabila Pengumuman atau Perbanyakan itu
memuat juga orang lain dalam Potret itu, Pemegang Hak Cipta harus terlebih
dahulu mendapatkan izin dari setiap orang dalam Potret itu, atau izin ahli
waris masing-masing dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah yang dipotret
meninggal dunia.
(3)   
Ketentuan
dalam Pasal ini hanya berlaku terhadap Potret yang dibuat:
a.   
atas
permintaan sendiri dari orang yang dipotret;
b.   
atas
permintaan yang dilakukan atas nama orang yang dipotret; atau
c.   
untuk
kepentingan orang yang dipotret.
Dalam Pasal 12 UU Hak Cipta, yang
melarang penggunaan foto secara komersial, penggandaan, pengumuman,
pendistribusian, dan/atau komunikasi atas potret yang dibuat guna kepentingan
reklame atau periklanan secara komersil tanpa pesetujuan tertulis dari orang
yang dipotret atau ahli warisnya. Sehingga dalam kasus diatas, situs belanja
online tersebut dapat dikatakan melanggar hak cipta karena sudah menggunakan
foto tanpa seizin dari orang yang ada dalam foto tersebut, yaitu Farah Quinn.
Terlebih lagi, hal itu dilakukan lebih dari satu kali dan pihak yang
menggunakan fotonya bukanlah pemegang hak cipta dari foto yang bersangkutan.
Hal ini tentu membuat Farah Quinn merasa dirugikan.
Permasalahan seperti di atas tersebut
diakibatkan karena masih kurangnya pemahaman mengenai hukum mengenai hak cipta
dan juga kurangnya kesadaran masyarakat terhadap hak-hak yang dilindungi oleh
hak cipta, terutama di bidang fotografi.
Sebaiknya, masyarakat diberi
pemahaman lebih mengenai peraturan hak cipta—dan bukan hanya dalam bidang
fotografi—karena suatu karya cipta adalah hasil dari usaha, kreativitas, dan
pemikiran yang harus dihargai dan agar di masa yang akan datang tidak ada lagi
pihak yang dirugikan.
Sumber:
 
