KASUS HAK MEREK
Kasus mengenai hak merek merupakan
hal yang paling sering ditemui di Indonesia, terutama pada barang-barang yang
sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Contoh sederhananya adalah
pelanggaran hak merek pada sepatu, tas, t-shirt, ataupun produk-produk lain
yang digemari remaja.
Dalam pergaulannya, remaja
membutuhkan suatu pengakuan dari teman sebayanya. Pengakuan tersebut turut
dipengaruhi oleh dari ‘atribut’ yang digunakan, yang dapat memberikan nilai
lebih terhadap penampilan seorang remaja dan biasanya penilaian ini akan
berlanjut pada penilaian kelas sosial remaja tersebut. Oleh karena itu, banyak
remaja yang sangat memperhatikan penampilan mereka. Mereka berusaha sebisa
mungkin untuk mengikuti trend yang
ada. Produk bergengsi atau barang-barang branded
menjadi incaran para remaja demi memenuhi gengsi mereka. Hal ini tentu saja
mudah dilakukan bagi remaja dengan latar belakang sosial-ekonomi yang tinggi
dan berasal dari keluarga yang berkecukupan. Mereka dengan mudah dapat membeli
barang-barang dengan merek terkenal, berbeda dengan remaja yang berasal dari
kelas sosial-ekonomi menengah kebawah. Remaja dari kalangan tersebut mungkin
akan sedikit sulit dalam membeli barang-barang branded.
Hal tersebut kemudian menjadi celah
bagi banyak konsumen untuk membuat barang-barang kw atau tiruan dari
merek-merek terkenal dan tentu saja dengan mengikutsertakan merek tersebut.
Para produsen ini membuat barang yang semirip mungkin atau bahkan sama persis
dengan barang dari merek tertentu, kemudian menjualnya di pasaran. Contohnya,
banyak sekali sepatu-sepatu tiruan dari merek terkenal seperti Nike, Adidas,
New Balance yang dipasarkan dengan harga dan kualitas beragam. para produsen
ini juga mencantumkan logo brand
tersebut pada barang tiruan mereka.
Bagi para konsumen yang memiliki
keterbatasan dalam membeli produk asli, tentu saja hal ini cukup menguntungkan
karena barang yang dijual tidak berbeda jauh dengan produk asli. Namun bagi
produsen pemilik hak merek tersebut tentu saja hal ini mengakibatkan kerugian,
salah satunya dari segi keuntungan. Konsumen yang biasa membeli produk asli
juga akan merasa dirugikan. Sayangnya, kasus pelanggaran merek ini sudah sangat
menjamur dan banyak ditemui di berbagai tempat penjualan.
Dengan semakin meningkatnya
teknologi, kini banyak produsen yang sudah menggunakan sistem barcode pada produknya, sehingga
konsumen dapat membedakan mana produk asli dan mana produk tiruan. Dengan
begitu, produk tersebut juga hanya bisa dibeli pada gerai resmi atau toko lain
yang sudah memiliki izin dari pemegang hak merek. Hal ini dilakukan untuk
melindungi hak produsen pemegang hak merek dan juga konsumen, walaupun belum
semua produsen meggunakan sistem ini pada produknya. Diharapkan kedepannya
semakin banyak produsen yang ikut menerapkan sistem ini. Selain itu, diperlukan
kesadaran dari produsen lain untuk tidak menggunakan merek tanpa seizin pemilik
hak merek. Akan lebih baik untuk menciptakan produk dan merek baru dengan
memberikan kreativitas dan inovasi yang lebih baik.
